Pertanyaan ini sering muncul di dalam berbagai diskusi di dunia maya,
“Kalau Iran betul-betul anti-Israel, mengapa Iran sampai sekarang tidak
jua menyerang Israel?” Pertanyaan ini konteksnya adalah menuduh Iran omdo (omong doang),
bahkan ada yang lebih parah lagi, menggunakan teori konspirasi, “Ini
bukti bahwa ada kerjasama di balik layar antara Iran dan Israel.”
Bila memakai kalkulasi hard power, harus diakui bahwa sebenarnya kekuatan Iran masih jauh di bawah AS. Apalagi, doktrin militer Iran adalah defensive
(bertahan, tidak bertujuan menginvasi negara lain). Iran hanya
menganggarkan 1,8% dari pendapatan kotor nasional (GDP)-nya untuk
militer (atau sebesar 7 M dollar). Sebaliknya, AS adalah negara dengan
anggaran militer terbesar di dunia, yaitu 4,7% dari GDP atau sebesar
687 M dollar. Bahkan, AS telah membangun pangkalan-pangkalan militer di
berbagai wilayah di sekitar Iran. AS adalah pelindung penuh Israel dan
penyuplai utama dana dan senjata untuk militer Israel. Bujet militer
Israel sendiri, pertahunnya mencapai 15 M Dollar (dua kali lipat Iran).
Sebelum menjawab ‘mengapa Iran tidak langsung menyerang Israel’?,
mari kita jawab dulu pertanyaan sebaliknya, mengapa AS dan Israel tidak
jua menyerang Iran? AS sebenarnya tidak berkepentingan menyerang Iran.
Tetapi, Israel berkali-kali meminta AS untuk menyerang Iran dengan
alasan “Iran memiliki nuklir yang mengancam keselamatan Israel.” Ketika
rezim Obama enggan menuruti permintaan Israel, Israel bahkan mengancam
akan menyerang Iran sendirian, tanpa bantuan AS. Untuk menelaah prospek
perang AS+Israel melawan Iran, Anthony Cordesman dari Center for
Strategic and International Studies merilis hasil penelitiannya pada
bulan Juni 2012. CSIS melakukan kalkulasi bila AS dan Israel menyerang
Iran, antara lain menghitung berapa banyak pesawat pengebom yang
dibutuhkan, berapa banyak bom yang harus dibawa, apa kemungkinan
serangan balasan dari Iran, dan bagaimana cara menghadapinya.
Salah satu kesimpulan yang diambil Cordesman adalah, profil militer
Israel tidak akan mampu melakukan serangan tersebut. Untuk menyerang
Iran, Israel harus mengerahkan seperempat pasukan udaranya dan semua
pesawat tempurnya, sehingga tidak ada pesawat cadangan untuk
berjaga-jaga. Pesawat-pesawat tempur itu harus melewati perbatasan
Syria-Turki sebelum terbang di atas udara Irak and Iran. Dan
wilayah-wilayah tersebut, sangat rawan bagi Israel. Menurut Cordesman,
“Berdasarkan jumlah pesawat yang diperlukan, proses pengisian bahan
bakar yang harus dilakukan sepanjang perjalanan menuju Iran, serta usaha
mencapai target gempuran tanpa terdeteksi sangatlah beresiko tinggi dan
kecil kemungkinan keseluruhan operasi militer tersebut akan berhasil.”
Dan bahkan jika pesawat tempur Israel berhasil mengebom reaktor
nuklir Iran, pembalasan yang dilakukan Iran akan membawa dampak yang
sangat buruk bagi kawasan Timur Tengah. Cordesman menulis, “Anda tidak
akan ingin tahu seperti apa jadinya Timur Tengah sehari setelah Israel
berupaya menyerang Iran.”
Karena itu, bila Israel berkeras ingin menyerang Iran, Israel harus
menggandeng AS. Tapi, bila AS menyetujui permintaan Israel ini, AS harus
mengerahkan ratusan pesawat dan kapal tempur. Serangan awal saja sudah
membutuhkan alokasi kekuatan yang sangat besar, termasuk pengebom utama,
upaya penghancuran system pertahanan udara lawan, pesawat-pesawat
pendamping untuk melindungi pesawat pengebom, peralatan perang
elektronik, patrol udara untuk menahan serangan balasan dari Iran, dll.
Pada saat yang sama, AS harus menghalangi Iran agar tidak melakukan aksi
apapun di Selat Hormuz. Bila Iran sampai berhasil memblokir Selat
Hormuz, suplai minyak dan gas dunia akan terhambat dan efeknya akan
sangat buruk bagi perekonomian dunia. Dan ini bukan pekerjaan mudah.
Iran selama ini justru sangat memperkuat kemampuan militernya demi
mengontrol Selat Hormuz bila terjadi perang. Meskipun, AS juga sudah
mempersiapkan banyak hal untuk menjaga agar Hormuz tetap terbuka, antara
lain dengan menempatkan berbagai perlengkapan militer di Bahrain, Saudi
Arabia, Qatar, Kuwait, dan UAE. Namun inipun mengandung ancaman lain.
Iran berkali-kali mengancam, bila wilayahnya diserang, Iran akan
melakukan serangan balasan ke semua negara Arab yang di dalamnya ada
pangkalan militer AS. Belum lagi, Rusia dan China diperkirakan akan ikut
campur demi mengamankan kepentingan mereka sendiri di Timteng. Tak
heran bila banyak analis mengungkapkan ramalan bahwa Perang Dunia III
akan meletus bila AS sampai menyerang Iran.
Lihatlah situasinya: bila Israel dan AS menyerang Iran, artinya
mereka keluar dari wilayah mereka sendiri dan harus bersusah-payah
mengusung semua perlengkapan militernya. Lalu, urusan tidak selesai
hanya dengan menjatuhkan bom ke situs nuklir Iran. Serangan balik dari
Iran, dan posisi geostrategis Iran, sangat memberikan potensi kekalahan
bagi AS dan Israel. Karena itulah, Menhan Leon Panetta sampai berkata,
“Sangat jelas bahwa bila AS melakukan serangan itu, kita akan
mendapatkan akibat buruk yang sangat besar.”
Sekarang mari kita balik: bagaimana seandainya Iran menyerang Israel?
Minimalnya, ada dua versi jawaban yang bisa diberikan sementara ini.
- Berdasarkan kalkulasi hard power. Ingat lagi profil militer Iran. Bisa dibayangkan, berapa banyak senjata yang dimiliki Iran dengan dana 7 M Dollar pertahun, dibandingkan dengan banyaknya senjata yang dimiliki AS dengan dana 687 M Dollar pertahun. Bandingkan lagi dengan kondisi ‘seandainya Israel menyerang Iran’ seperti yang sudah dianalisis Cordesman di atas. Kesimpulan yang bisa diambil adalah saat ini, profil militer Iran memang belum mampu menyerang Israel secara langsung, begitu juga sebaliknya, Israel juga belum mampu menyerang Iran secara langsung. Sementara, AS punya hitung-hitungan lain di luar sekedar menyerang Iran. AS akan menghadapi kehancuran ekonomi yang sangat parah bila sampai mengobarkan perang terhadap Iran.
Sebaliknya, untuk bisa maju perang (=secara ofensif mengirimkan senjata dan pasukan ke luar wilayahnya), Iran tidak mungkin maju sendirian. Bila negara-negara Arab, terutama yang berbatasan darat dengan Palestina, belum siap berjuang, tentu sangat konyol bila Iran harus mengirim pasukan ke Palestina yang jauhnya 1500 km dari Teheran. Berapa banyak pasukan, pesawat tempur, dan rudal yang mampu dikirim oleh Iran yang hanya punya anggaran 7 M Dollar pertahun? Bila Mesir saja yang pemerintahannya dikuasai Ikhwanul Muslimin (artinya, seideologi dengan Hamas) masih menutup pintu perbatasannya dengan Gaza; masih menolak untuk terjun langsung ke medan pertempuran membela saudara se-harakah mereka, mengapa Iran yang di-ojok-ojok untuk mengirim pasukan perang? Karena itu, dari sisi ini, hanya satu kata untuk menilai pertanyaan ‘mengapa Iran tidak langsung menyerang Israel?’ : naif.
2. Berdasarkan kalkulasi soft power. Sangat mungkin, di atas kertas, profil militer Iran memang seperti yang diungkapkan di atas. Tapi, bila diingat lagi percepatan kemajuan teknologi militer yang dicapai Iran dan statemen beberapa petinggi militer Iran yang menyebutkan bahwa kemampuan Iran ‘jauh lebih besar dari apa yang terlihat’, ada aspek lain yang perlu dipertimbangkan. Iran adalah negara yang berbasis teologi mazhab Syiah dan meyakini adanya aspek transenden dalam setiap keputusan yang diambil oleh pemimpin spiritual mereka (rahbar). Militer Iran pun berada di bawah wewenang rahbar, yang sekarang dijabat Ayatullah Khamenei. Iran meyakini bahwa Ayatullah Khamanei memiliki kemampuan transenden sehingga mengetahui kapan saat yang tepat untuk maju perang. Orang lain boleh tidak percaya, tetapi ini adalah urusan rakyat Iran sendiri.
Di sini, pertanyaan mengapa Iran belum juga menyerang Israel secara langsung (seandainya memang kemampuan militernya sebenarnya sudah mencukupi) akan mendapat jawaban sederhana saja: karena belum diizinkan oleh sang Rahbar. Lalu, mengapa Rahbar belum memberi izin? Silahkan dipikirkan sendiri, dengan mengaitkannya pada hal-hal yang bersifat ideologis dan relijius; dan hal ini di luar kapasitas saya untuk menjelaskan.
Intinya, perjuangan melawan Israel bukanlah perjuangan Iran saja. Ini seharusnya menjadi perjuangan bersama semua negara-negara muslim. Dan inilah yang terus diupayakan para pemimpin dan ulama Iran melalui berbagai statemen dan orasinya: membangkitkan kesadaran dan semangat juang kaum muslimin sedunia; sambil terus berupaya memperkuat profil militernya. Ini bukanlah omdo (omong doang), tapi upaya yang memang harus dilakukan sebelum mencapai kemenangan.
Akan tiba suatu masa ketika kaum muslimin sedunia bangkit bersatu dan bersama-sama merebut kembali Al Quds dari tangan para penjajah. Inilah janji Allah dalam QS 17:4-5, “Dan telah kami tetapkan terhadap Bani Israel di dalam Alkitab: sesungguhnya kalian akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan kalian akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar. Dan maka ketika telah tiba apa yang dijanjikan itu, akan kami bangkitkan para hamba yang perkasa dan memiliki kekuatan besar untuk mengalahkan kalian. Para hamba itu akan mencari kalian sampai ke tempat persembunyian kalian dan janji [Allah] itu pasti terjadi.”
0 komentar:
Posting Komentar