Menyikapi Kekuatan Militer Rusia
Desember 23, 2008
Anggaran Produksi Senjata Rusia US $ 35.3 miliar *
Ia juga menyatakan bahwa pemerintah telah menyetujui permintaan anggaran Departemen Pertahanan Rusia 2009-2011 sebesar 4 triliun ruble (1510 triliun rupiah).
[Angka ini jauh lebih besar dari APBN Indonesia yang kurang dari 1000
triliun]. Rusia juga merencanakan pada perbaikan kualitas lebih dari 400
persenjataan baru, material, dan komponen peralatan militer.
Selama kurun waktu 2009-2011, Russian akan menambahkan 70 rudal strategis, 30 rudal Iskander, dan sejumlah jet dan pesawat pengangkut. Putilin menambahkan, “Rusia akan membeli 38 pesawat tempur, 6 pesawat pengintai, lebih 60 helikopter, 14 kapal perang, dan hampir 300 tank dan lebih 2000 kendaraan tempur.”
Selama kurun waktu 2009-2011, Russian akan menambahkan 70 rudal strategis, 30 rudal Iskander, dan sejumlah jet dan pesawat pengangkut. Putilin menambahkan, “Rusia akan membeli 38 pesawat tempur, 6 pesawat pengintai, lebih 60 helikopter, 14 kapal perang, dan hampir 300 tank dan lebih 2000 kendaraan tempur.”
Menyikapi Kekuatan Militer
Meningkatnya anggaran militer China, Rusia, India dan Brazil akhir-akhir tahun ini menunjukkan kebangkitan keempat negara “the new superpower” di abad 21 ini. Kebangkitan ekonomi selalu diikuti dengan peningkatan belanja militer. Mengapa?
Jika diteliti, kekuatan militer rupanya merupakan salah satu cara untuk memperkuat posisi bargaining baik secara politik, ekonomi maupun teknologi terhadap negara lain. Selama lebih dari 2 dasawarsa, Rusia “sangat jengkel” terhadap pihak yang membuat Uni Sovietnya hancur di tahun 1991. Kejengkelan rusia semakin menjadi-jadi ketika “sekutu Rusia” seperti Georgia, Ukraini, Kosovo jatuh ke pihak anti Rusia melalui Revolusi yang didalangi Amerika Serikat.
Kesempatan memperbesar militernya tanpa penolakan negara-negara dunia pun tiba. Pada saat Amerika berencana membangun sistem pertahanan misil di negara bekas sekutu Rusia di Eropa Tengah (Polandia, Ceko), dan bersamaan dengan kebangkrutan ekonomi AS, Rusia dengan leluasa meningkatkan kekuatan militernya dengan alasan “menpertahankan wilayahnya dari serangan sekutu Amerika”. Kondisi ini berbeda dengan China, sewaktu meningkatkan anggaran militernya di tahun 2003,2004,2005,2006, China mendapat kritikan politis dari AS, Jepang, Australia dan Uni Eropa. [Rusia berhasil memanfaatkan momen "kecerobohan" AS].
Dalam periode singkat ini, peningkatan kekuatan militer Rusia hanyalah untuk membendung sekaligus membawa “teman-teman” lamanya (bekas sekutu dan wilayah Rusia) yang telah dihasut oleh AS & sekutu untuk kembali bergabung dengan Rusia. Hal lain adalah untuk meningkatkan posisi bargaining-nya di dunia internasional, baik dalam ekonomi, perdagangan, politik dan batas teritori. Selain itu, Rusia ingin kembali me”renaissance” seperti Uni Soviet tempo dulu.
Jika diteliti, kekuatan militer rupanya merupakan salah satu cara untuk memperkuat posisi bargaining baik secara politik, ekonomi maupun teknologi terhadap negara lain. Selama lebih dari 2 dasawarsa, Rusia “sangat jengkel” terhadap pihak yang membuat Uni Sovietnya hancur di tahun 1991. Kejengkelan rusia semakin menjadi-jadi ketika “sekutu Rusia” seperti Georgia, Ukraini, Kosovo jatuh ke pihak anti Rusia melalui Revolusi yang didalangi Amerika Serikat.
Kesempatan memperbesar militernya tanpa penolakan negara-negara dunia pun tiba. Pada saat Amerika berencana membangun sistem pertahanan misil di negara bekas sekutu Rusia di Eropa Tengah (Polandia, Ceko), dan bersamaan dengan kebangkrutan ekonomi AS, Rusia dengan leluasa meningkatkan kekuatan militernya dengan alasan “menpertahankan wilayahnya dari serangan sekutu Amerika”. Kondisi ini berbeda dengan China, sewaktu meningkatkan anggaran militernya di tahun 2003,2004,2005,2006, China mendapat kritikan politis dari AS, Jepang, Australia dan Uni Eropa. [Rusia berhasil memanfaatkan momen "kecerobohan" AS].
Dalam periode singkat ini, peningkatan kekuatan militer Rusia hanyalah untuk membendung sekaligus membawa “teman-teman” lamanya (bekas sekutu dan wilayah Rusia) yang telah dihasut oleh AS & sekutu untuk kembali bergabung dengan Rusia. Hal lain adalah untuk meningkatkan posisi bargaining-nya di dunia internasional, baik dalam ekonomi, perdagangan, politik dan batas teritori. Selain itu, Rusia ingin kembali me”renaissance” seperti Uni Soviet tempo dulu.
Anggara Militer Rusia terhadap Beberapa Negara
Anggara militer Rusia menempati posisi
ke-5 setelah AS, Prancis, Inggris, dan China. Meskipun jauh dibawah
Amerika, namun penggunaan anggaran “negeri Kremlin” jauh lebih efektif
dari “negeri Paman Sam”. Bayangkan saja, sebagian besar anggara militer
AS digunakan untuk membiayai perang di Irak dan Afganistan. Sedangkan,
Rusia fokus pada membangun kekuatan militer secara internal.
Berikut data dan peringkat anggaran militer beberapa negara (dalam dolar Amerika) ****
1 . Amerika : $ 711,0 miliar (2009)
2 . Prancis : $ 61,5 miliar (2008 )
3. Inggris : $ 61,3 miliar (2008 )
4. China : $ 60,0 miliar (2008 )
5. Rusia : $ 50,0 miliar (2009)
6. Jepang : $ 48,9 miliar (2008 )
7. Jerman : $45,9 miliar (2008 )
11. India : $ 26,5 miliar (2008 )
13. Brazil : $ 24,0 miliar (2009 )
32. Indonesia : $ 4.7 miliar (2008 )*)
Berikut data dan peringkat anggaran militer beberapa negara (dalam dolar Amerika) ****
1 . Amerika : $ 711,0 miliar (2009)
2 . Prancis : $ 61,5 miliar (2008 )
3. Inggris : $ 61,3 miliar (2008 )
4. China : $ 60,0 miliar (2008 )
5. Rusia : $ 50,0 miliar (2009)
6. Jepang : $ 48,9 miliar (2008 )
7. Jerman : $45,9 miliar (2008 )
11. India : $ 26,5 miliar (2008 )
13. Brazil : $ 24,0 miliar (2009 )
32. Indonesia : $ 4.7 miliar (2008 )*)
Rusia masuk dalam daftar 20 Negara dengan Jumlah Militer Terbesar yakni menempati urutan ke-5 setelah China, Amerika, India, dan Korea Utara.
*)
Indonesia berada di posisi ke 32 dengan belanja mililter sebesar 44
triliun rupiah (kurs Rp 9300 per dollar) atau hanya 0.6% dari anggaran
militer AS.
Dampak Kekuatan Militer
Munculnya kekuatan militer baru baik Rusia maupun China memiliki beberapa dampak besar. Secara positif, bangkitnya kekuatan militer kedua negara tersebut mampu mengimbangi bahkan menjadi kekuatan alternatif bagi hegemoni Amerika selama hampir 1 abad ini. Ini juga berarti hegemoni dan unilateral antara AS dan sekutunya akan segera berakhir.Bagi Indonesia, dengan munculnya dua kekuatan militer di Asia, akan memberikan kepercayaan kebangkitan ekonomi sekaligus militer Indonesia di masa akan datang. Indonesia perlu menyikapi secara bijak terhadap kebijakan militer China-Rusia. Kita perlu menjalin kerjasama (jika bisa) teknologi militer, dan mengurangi ketergantungan persenjataan militer dari Amerika. Disisi lain, Indonesia bisa mulai bangkit dari cengkraman AS dan sekutunya melalui keseimbangan kekuatan dari Asia.
Dampak negatif yang pasti muncul adalah persaingan senjata yang berujung pada perang, baik perang dingin, “panas” maupun luar angkasa. Indonesia yang memiliki wilayah geografis yang strategis dengan jumlah penduduk besar akan menjadi incaran negara-negara adikuasa baru sebagai “tameng” kekuatan militernya. Dalam hal ini, Indonesia harus mulai konsisten dengan kebijakan politik luar negerinya, yakni Bebas-Aktif.
0 komentar:
Posting Komentar